Senin, 21 Maret 2016

Perbedaan Keputusan Presiden dengan Instruksi Presiden

Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) jo. Pasal 100 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, keputusan presiden (Keppres) yang sifatnya mengatur harus dimaknai sebagai peraturan. Ini berarti bahwa keputusan presiden yang sifatnya mengatur dipersamakan dengan peraturan presiden (Perpres), yang mana peraturan presiden itu sendiri masuk ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan.
 
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, kita dapat melihat bahwa keputusan presiden ada yang bersifat mengatur dan ada yang bersifat selain mengatur (bersifat menetapkan sesuatu). Untuk penjelasan lebih lengkapnya simak di dalam artikel Perbedaan antara Keputusan Presiden dengan Peraturan Presiden.
 
Jimly Asshiddiqie di dalam bukunya yang berjudul Perihal Undang-Undang (hal. 9-10) mengatakan bahwa jika subjek hukum yang terkena akibat keputusan itu bersifat konkret dan individual, maka dikatakan bahwa norma atau kaedah hukum yang terkandung di dalam keputusan itu merupakan norma hukum yang bersifat individual-konkret. Tetapi, apabila subjek hukum yang terkait itu bersifat umum dan abstrak atau belum tertentu secara konkret, maka norma hukum yang terkandung di dalam keputusan itu disebut sebagai norma hukum yang bersifat abstrak dan umum. Keputusan-keputusan yang bersifat umum dan abstrak itu biasanya bersifat mengatur (regeling), sedangkan yang bersifat individual dan konkret dapat merupakan keputusan yang bersifat atau berisi penetapan administratif (beschikking) ataupun keputusan yang berupa vonis hakim yang lazimnya disebut dengan istilah putusan. Oleh karena itu, ketiga bentuk kegiatan pengambilan keputusan tersebut dapat dibedakan dengan istilah:
1.    Pengaturan menghasilkan peraturan (regels). Hasil kegiatan pengaturan itu disebut “peraturan”;
2.    Penetapan menghasilkan ketetapan atau keputusan (beschikkings). Hasil kegiatan penetapan atau pengambilan keputusan administratif ini disebut dengan “Keputusan” atau “Ketetapan”; dan
3.    Penghakiman atau pengadilan menghasilkan putusan (vonnis).
 
Sedangkan instruksi presiden, menurut Jimly Asshiddiqie(hal. 20) merupakan “policy rules” atau “beleidsregels”, yaitu bentuk peraturan kebijakan yang tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk peraturan perundang-undangan yang biasa. Disebut “policy” atau “beleids” atau kebijakan karena secara formal tidak dapat disebut atau memang bukan berbentuk peraturan yang resmi (ibid, hal. 391). Umpamanya, surat edaran dari seorang Menteri atau seorang Direktur Jenderal yang ditujukan kepada seluruh jajaran pegawai negeri sipil yang berada dalam lingkup tanggung jawabnya, dapat dituangkan dalam surat biasa, bukan berbentuk peraturan resmi, seperti Peraturan Menteri. Akan tetapi, isinya bersifat mengatur (regeling) dan memberi petunjuk dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas kepegawaian. Surat edaran semacam inilah yang biasa dinamakan “policy rule” atau “beleidsregel”.
 
Jimly Asshiddiqie, dalam bukunya tersebut (hal. 392), mengutip pendapat Michael Allen dan Brian Thompson, yang mengatakan bahwa peraturan kebijakan atau “policy rule” yang dapat disebut juga sebagai “quasi legislation” itu dapat dikelompokkan dalam 8 (delapan) golongan, yaitu:
1.    Procedural rules (peraturan yang bersifat procedural);
2.    Interpretative (petunjuk penafsiran);
3.    Instruction to Officials (perintah atau instruksi, seperti Instruksi Presiden dsb);
4.    Prescriptive/Evidential Rules;
5.    Commendatory Rules;
6.    Voluntary Codes;
7.    Rules of Practices, Rules of Management, or Rules of Operation;
8.    Consultative Devices dan Administrative Pronouncements.
 
Aturan-aturan kebijakan ini memang dapat dibuat dalam berbagai macam bentuk dokumen tertulis yang bersifat membimbing, menuntun, memberi arahan kebijakan, dan mengatur suatu pelaksanaan tugas dan pekerjaan. Dalam praktik di Indonesia, aturan-aturan kebijakan itu dapat dibuat dalam bentuk-bentuk seperti:
1.    Surat edaran (circular), seperti Surat Edaran Bank Indonesia;
2.    Surat perintah atau instruksi, seperti misalnya Instruksi Presiden (Inpres);
3.    Pedoman kerja atau manual;
4.    Petunjuk Pelaksanaan (jutlak);
5.    Petunjuk Teknis (juknis);
6.    Buku Panduan atau “guide” (guidance);
7.    Kerangka Acuan, Term of Reference (TOR);
8.    Desain Kerja atau Desain Proyek (Project Design);
9.    Dan lain-lain sebagainya.
 
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita lihat bahwa instruksi presiden hanya terbatas untuk memberikan arahan, menuntun, membimbing dalam hal suatu pelaksanaan tugas dan pekerjaan. Sedangkan keputusan presiden, ada yang bersifat mengatur (regeling) (yang dipersamakan dengan peraturan presiden) dan ada yang bersifatnya menetapkan (beschikking).
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar