Selasa, 10 Mei 2016

Apa itu Tindak Pidana Pencucian Uang (money laundering)

Apa itu Tindak Pidana Pencucian Uang (money laundering) 

 

Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang (money laundering) adalah suatu perbuatan yang bertujuan untuk mencuci atau membersihkan asal usul perolehan harta kekayaan seseorang dari suatu tindak pidana sehingga harta kekayaan berubah status, menjadi alat pembayaran yang sah.


Asal Usul istilah pencucian uang berasal dari istilah hukum inggris, yaitu money laundering. Selanjutnya dalam sejarah pencucian uang, Istilah pencucian uang (money laundering) muncul sekitar 1920 di Amerika Serikat, ketika kelompok kriminal berkembang di sana. Kelompok-kelompok kriminal ini melakukan diversifikasi (penganekaragaman) usaha atas hasil kejahatannya dengan cara mengambil alih aktivitas bisnis legal tertentu dengan hasil keuntungan keuangan yang sangat tinggi. Masalah yang sangat meresahkan dari pencucian uang (money laundering) ialah keterlibatan organisasi kriminal seperti Mafia Italia dan generasi baru dari organisasi ini di Amerika Serikat, Yakuza di Jepang, Kelompok kriminal di Nigria dan Afrika barat dan lain sebagainya.

Tindak Pidana pencucian uang (money laundering) semula dimunculkan sebagai suatu tindakan pidana (kejahatan) berasal dari tindak pidana narkotika dan psikotropika yang sangat pesat terjadi di negara maju termasuk negara di Amerika Selatan seperti Kolombia, Mexico, dan Afrika Selatan seperti Nigeria dan beberapa kepulauan di Pasific, seperti kepulauan Caymand dan Karibia. Tindak pidana pencucian uang (money laundering) adalah "derivatif" dari kejahatan narkotika dan psikotropika, kemudian diperluas meliputi seluruh harta kekayaan atau aset yang berasal dari semua tindak pidana.

Tindak pidana pencucian uang (money laundering) selalu berhubungan dengan kejahatan yang dilakukan oleh suatu organisasi kejahatan, sehingga dapat disebut sebagai jantungnya organisasi kriminal ini yang memberikan darah segar ke dalam tubuh organisasi tersebut. Hasil temuan Senat di Kongres Amerika Serikat menggambarkan bahwa menunjukkan hal signifikan antara lain :
  1. Pencucian uang (money laundering) oleh perusahaan kriminal Internasional menantang otoritas yang sah dari pemerintah pusat, pejabat yang korupsi dan profesional, membahayakan stabilitas keuangan dan ekonomi negara-negara, mengurangi efisiensi pasar suku bunga global, dan secara rutin melanggar norma hukum, hak milik, dan HAM (Hak Asasi Manusia).
  2. Di beberapa negara, seperti Kolombia, Meksiko dan Rusia, kekayaan dan kekuatan terorganisir perusahaan kriminal saingan kekayaan dan kekuasaan pemerintah negara.



Upaya Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Loundering)

Perkembangan awal instrumen untuk pencegahan tindak pidana Pencucian uang (money laundering) secara regional, dimulai dengan sebuah rekomendasi, The Committe of Manisters of the Council of Europe, tanggal 27 Juni 1980 "Measures againts the transfer and safeguarding of the funds of criminal origin".

Instrumen pertama yang bersifat internasional untuk pencegahan pencucian uang yaitu, pernyataan prinsip basel (Basel Stetement of Principles) 12 Desember 1988 tentang Pencegahan Cara Kriminal Sistem Perbankan untuk tujuan tindak pidana pencucian uang. Prinsip Basel ini kemudian diperkuat oleh 40 rekomendasi yang dikeluarkan pada tahun 1990. Satuan Tugas Pencucian Uang merupakan puncak dari soft law di bidang pencegahan dan pemberantasan pencucian uang yang telah diadopsi sestem perbankan internasional.

Guy Stevens mengingatkan bahwa, Rezim penegakan hukum internasional adalah pengaturan global di antara pemerintah untuk bekerja sama melawan kejahatan transnasional tertentu. Merujuk kepada pendapat Guy Stessens, semakin jelas bahwa pencucian uang dari sudut hukum pidan internasional, belum termasuk dalam kategori tindak pidana hukum internasional, tetapi masih merupakan tindak pidana transnasional.

Pengertian istilah "tindak pidana transnasional" mengandung konsekuensi hukum, bahwa penegakan hukum terhadap pencucian uang sepenuhnya sangat digantungkan kepada hukum nasional masing-masing negara yang lebih mengutamakan asas teritorialitas bukan universal. Hal ini berarti bahwa, penegakan hukum terhadap pencucian uang tidak dapat memaksakan kewajiban kepada setiap negara untuk menuntut dan menghukum pelaku pencucian uang tanpa mempersoalkan tempat pelanggaran dan asal usul kewarganegaraan pelakunya (asas nasionalitas), kecuali kewajiban untuk bekerja sama sesuai dengan hukum nasionalnya masing-masing.

Di Indonesia tindak pidana pencucian uang (money laundering) ini telah dicegah dengan kriminalisasi pencucian uang sebagaimana dicantumkan dalam UU Pencucian Uang nomor 15 tahun 2003 yaitu yang dimaksud hasil tindak pidana, adalah harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana sejumlah Rp 500.000,- atau lebih atau nilai yang sama, baik diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari kejahatan.

Dalam pasal 2 undang-undang tersebut, harta kekayaan yang berasal dari kejahatan ditentukan secara limitatif, yaitu sebanyak 15 kejahatan. Yurisdiksi undang-undang ini tidak terbatas pada wilayah teritorial Indonesia akan tetapi juga tindak pidana pencucian uang (money laundering) yang terjadi di luar batas wilayah teritorial Indonesia, dilakukan oleh Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing (WNA) dan berdampak terhadap ketertiban dan keamanan negara Indonesia atau sebagai pelaku peserta.


Sumber : 

- Romli Atmasasmita, 2010. Globalisasi dan Kejahatan Bisnis. Penerbit Kencana : Jakarta.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar